Home / Gambaran Umum

Gambaran Umum

Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Dasar hukum terkait dengan Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menginduk kepada UU No. 27 Tahun 2007, menjabarkan bahwa perencanaan dan pengelolaan terdiri atas:

  1. Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RSWP-3-K) adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas, serta target pelaksanaan dan indikator yang tepat untuk memantau rencana tingkat nasional. RSWP-3-K merupakan bagian tidak terpisahkan dari rencana pembangunan jangka panjang setiap pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, yang memiliki jangka waktu selama 20 tahun dengan peninjauan sekurang-kurangnya 5 tahun sekali;
  2. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3-K) adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya, dimana tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. Dokumen RZWP-3-K mesti diserasikan, diselaraskan dan diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pemerintah provinsi atau kabupaten/kota. RZWP-3-K ditetapkan melalui Peraturan Daerah, dengan jangka waktu 20 tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 tahun;
  3. Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RPWP-3-K) adalah rencana yang memuat susunan kerangka kebijakan, prosedur, dan tanggung jawab dalam rangka pengoordinasian pengambilan keputusan di antara berbagai lembaga/instansi pemerintah mengenai kesepakatan penggunaan sumber daya atau kegiatan pembangunan di zona yang ditetapkan. RPWP-3-K berlaku selama 5 tahun dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 1 kali;
  4. Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil atau RAPWP-3-K adalah tindak lanjut dari rencana pengelolaan di WP-3-K, sehingga dapat disimpulkan bahwa RAPWP-3-K dan RPWP-3-K merupakan satu kesatuan. RAPWP-3-K memuat tujuan, sasaran, anggaran, dan jadwal untuk satu atau beberapa tahun, yang terkoordinasi untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan pemerintah, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya. RAPWP-3-K dilakukan bersesuaian dengan arahan berdasarkan Rencana Pengelolaan dan Rencana Zonasi sebagai upaya mewujudkan Rencana Strategis, yang berlaku 1 sampai dengan 3 tahun.

UU No. 27 Tahun 2007 secara tegas mengatur bahwa pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten berkewajiban untuk menyusun kesemua rencana sebagaimana disebutkan di atas, dimana dalam setiap proses penyusunannya mesti melibatkan masyarakat (semisal melalui konsultasi publik).

Kawasan konservasi dalam konteks pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, bersama-sama dengan kawasan pemanfaatan umum dan kawasan strategis nasional, merupakan salah satu ruang yang dialokasikan untuk diarahkan melalui RZWP-3-K baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Tahap-tahap Dalam Penetapan Kawasan Konservasi Perairan (KKP)

Tahap-tahap pembentukan KKP didasari oleh Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007, yang lalu diperinci melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Penetapan KKP dan beberapa Permen. KP lainnya.

Berdasarkan Pasal 11, PP No. 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, dilakukan melalui tahapan:

1. Usulan Inisiatif

Usulan inisiatif dapat dilakukan oleh orang perseorangan, kelompok masyarakat, lembaga penelitian, lembaga pendidikan, lembaga pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat (Pasal 12 Ayat 1 PP No. 60 Tahun 2007).

Usulan tersebut lalu disampaikan kepada pemerintah daerah dengan dilengkapi “Kajian Awal” dan “Peta Lokasi.” Kajian Awal mesti memuat gambaran umum lokasi dan justifikasi mengenai kepentingan dan urgensi suatu lokasi dapat diusulkan menjadi calon KKP, sementara Peta Lokasi berupa sketsa dan perkiraan luasan calon KKP yang diusulkan (Pasal 10 Ayat 2 dan Ayat 3, Permen. KP No. 2 Tahun 2009)

2. Identifikasi dan Inventarisasi

Pemerintah atau pemerintah daerah bersesuaian dengan kewenangannya, menindak lanjuti Usulan Inisiatif dengan melakukan kegiatan identifikasi dan inventarisasi yang meliputi kegiatan survey dan penilaian potensi, sosialisasi, konsultasi publik dan koordinasi dengan instansi terkait (Pasal 13 Ayat 2, PP No. 60 Tahun 2007).

Kegiatan identifikasi dan inventarisasi tersebut bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi yang meliputi data ekologi, sosial budaya dan ekonomi, serta kebijakan pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang menunjang penetapan KKP (Pasal 13 Ayat 1 dan Ayat 2 Permen. KP No. 2 Tahun 2009);

3. Pencadangan KKP

Hasil dari kegiatan identifikasi dan inventarisasi dapat digunakan untuk pencadangan KKP yang ditetapkan oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota yang sesuai dengan kewenangannya, dan selanjutnya –berdasarkan pencadangan yang telah ditetapkan tersebut, diusulkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (Pasal 14 Ayat 1, 2 dan 3 PP. No. 60 Tahun 2007).

Penetapan Pencadangan KKP tersebut antara lain memuat: lokasi dan luas KKP; jenis KKP; dan penunjukan satuan unit organisasi di bawah kewenangannya (Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota) untuk melakukan tindak lanjut persiapan pengelolaan KKP (Pasal 20 Ayat 2, Permen. KP No. 2 Tahun 2009).

4. Penetapan

Berdasarkan pencadangan KKP yang telah ditetapkan, Menteri Kelautan dan Perikanan atau pejabat yang ditunjuk akan melakukan evaluasi. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, Menteri dapat menetapkan KKP yang diusulkan (Pasal 14 Ayat 4 dan 5, PP No. 60 Tahun 2007).

Pasal 22 Permen. KP No. 2 Tahun 2009 memperinci ketentuan mengenai “Evaluasi” sebagaimana ditetapkan dalam PP No. 60 Tahun 2007 tersebut. Penetapan KKP, antara lain, memuat: lokasi dan luas KKP; jenis KKP; dan penunjukan satuan unit organisasi di tingkat pemerintah provinsi atau Kabupaten/kota untuk melakukan pengelolaan KKP (Pasal 22 Ayat 4, Permen. KP No. 2 Tahun 2009).

Berkaitan dengan satuan unit organisasi pengelola KKP, Pasal 1 Ayat 14 Permen. KP No. 17 Tahun 2008 Tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menyatakan bahwa, “Unit pengelola kawasan konservasi adalah satuan unit organisasi pengelola kawasan konservasi yang berbentuk UPT Pusat, SKPD atau UPT daerah atau bagian unit dari satuan organisasi yang menangani konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.”

Jenis KKP

Permen. KP No. 2 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Penetapan KKP menetapkan jenis-jenis KKP:

  1. Taman Nasional Perairan adalah kawasan konservasi perairan yang mempunyai ekosistem asli, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang menunjang perikanan berkelanjutan, wisata perairan, dan rekreasi. Pengertian dari jenis KKP ini diperinci berdasarkan beberapa kriteria (Pasal 8 Ayat 1 Permen. KP No. 2 Tahun 2009);
  2. Suaka Alam Perairan adalah kawasan konservasi perairan dengan ciri khas tertentu untuk tujuan perlindungan keanekaragaman jenis ikan dan ekosistemnya. Kriteria dari Suaka Alam Perairan dijabarkan dalam Pasal 8 Ayat 2 Permen. KP No. 2 Tahun 2009;
  3. Taman Wisata Perairan adalah kawasan konservasi perairan dengan tujuan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan wisata perairan dan rekreasi. 3 kriteria dari sebuah Taman Wisata Perairan dijabarkan dalam Pasal 8 Ayat 3 Permen. KP No. 2 Tahun 2009;
  4. Suaka Perikanan adalah kawasan perairan tertentu, baik air tawar, payau maupun laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai habitat atau tempat berkembang biak jenis ikan tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan.


Zonasi Dalam KKP

Berdasarkan definisinya, KKP adalah suatu kawasan yang dilindungi dan dikelola dengan sistem zonasi, yang perinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 30 Tahun 2010 Tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan. Berdasarkan Peraturan Menteri tersebut, terdapat empat Zona di dalam KKP:

  1. Zona Inti merupakan Zona yang harus dimiliki di setiap KKP, dengan luasan paling sedikit 2% dari luas kawasan (Pasal Ayat 2 Permen. KP No. 30 Tahun 2010), dan diperuntukan bagi: perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan; penelitian; dan pendidikan (Pasal 14 Permen. KP No. 30 Tahun 2010). Secara sederhana, Zona Inti dapat dikatakan sebagai zona yang dilarang untuk dimanfaatkan melalui aktifitas manusia, dengan pengecualian yang teramat sangat terbatas terhadap kepentingan penelitian dan/atau pendidikan.
  2. Zona Perikanan Berkelanjutan adalah Zona yang diperuntukkan bagi: perlindungan habitat dan populasi ikan; penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan; budidaya ramah lingkungan; pariwisata dan rekreasi; penelitian dan pengembangan; dan pendidikan (Pasal 18 Permen. KP No. 30 Tahun 2010). Berdasarkan peruntukkannya, Zona Perikanan Berkelanjutan merupakan Zona di dalam KKP yang dapat dimanfaatkan melalui aktifitas-aktifitas tertentu (perikanan, pariwisata, penelitian dan pendidikan), dan dikelola berdasarkan prinsip-prinsip keberlanjutan.
  3. Zona Pemanfaatan diperuntukkan bagi: perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan; pariwisata dan rekreasi; penelitian dan pengembangan; dan pendidikan (Pasal 25 Permen. KP No. 30 Tahun 2010). Senada dengan Zona Perikanan Berkelanjutan, peruntukkan Zona Pemanfaatan memperbolehkan diselenggarakannya aktifitas-aktifitas pemanfaatan tertentu, namun tetap dalam koridor keberlanjutan.
  4. Zona Lainnya merupakan Zona di luar ketiga Zona yang telah disebutkan sebelumnya, yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu, dapat berupa antara lain zona perlindungan dan zona rehabilitasi (Pasal 13 Permen. KP No. 30 Tahun 2010).

Powered by Dragonballsuper Youtube Download animeshow