Pemantauan limbah yang dilakukan di Sungai Ijo Gading kini memasuki tahap ketiga.
April 2017 lalu telah dilakukan penandatanganan perjanjian kerjasama monitoring sampah dan pelepasan alat pengumpul sampah “Mangrove-Bin” di Sungai Ijo Gading. Kesepakatan tersebut telah ditandatangani oleh CI Indonesia, Balai Riset dan Observasi Laut – Kementerian Kelautan dan Perikanan (BROL-KKP), Kelompok Masyarakat Peduli Sumber Daya Air (KMPSDA) disaksikan oleh Dinas Lingkungan Hidup, Kabupaten Jembrana. Jangka waktu perjanjian kerjasama adalah sampai 19 Agustus 2017.
Sampah yang masuk ke Mangrove-Bin dipilah menurut kategori jenis limbah. Kategori tersebut yaitu limbah alam, limbah manusia, rumah tangga, industri dan lainnya. Limbah alam berasal dari proses alam seperti kayu dan bambu. Sementara limbah manusia terdiri dari kotoran. Limbah rumah tangga dihasilkan dari kegiatan rumah tangga yaitu kantong plastik, popok bayi atau pembalut wanita. Terdapat limbah industri seperti kampil dan hasil pengolahan beras. Barang keperluan rumah sakit seperti suntikan dan kantong infus masuk dalam kategori limbah lainnya. Sampah yang terkumpul dibedakan apakah bisa digunakan kembali (daur ulang) atau tidak dan ditimbang berat basah dan keringnya.
Pasca penandatanganan kerjasama tersebut, pemantauan sampah dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait dengan kemampuan Mangrove-Bin untuk menangkap sampah dimana dapat berpotensi mempengaruhi kesehatan mangrove di sekitara kawasan Sungai Ijo Gading. Hasil pemantauan selama 3 bulan, sampah yang terkumpul dari Mangrove-Bin sebanyak 555.3 kg. 83,2% dari sampah tersebut umumnya berasal dari limbah alami, dan sisanya adalah dari rumah tangga, dan lainnya.
Salah satu tantangan dari implementasi Mangrove-Bin adalah Tim KMPSDA yang membantu bekerja sebagai enumerator sampah menyatakan bahwa pengangkutan sampah dari Mangrove-Bin masih manual. Dimana pada tahap ini, mereka harus turun langsung ke lumpur untuk mengangkut sampah. Selain itu juga, pengangkutan sampah yang tidak dapat didaur ulang menjadi kendala dalam implementasi ini, karena tidak adanya mobil pengangkut sampah, namun sudah dapat diantisipasi berkat koordinasi dari Kepala BROL dan Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan terkait di kabupaten Jembrana yang kemudian memberikan solusi dalam membantu pengangkutan sampah tersebut setiap 2 minggu sekali dari hasil yang dikumpulkan KMPSDA.