Pulau Bali, sebuah destinasi wisata terkenal bagi para wisatawan, dianugerahi sumberdaya air yang cukup berlimpah, dengan curah hujan rata-rata 2000 milimeter per tahun. Bali memiliki 4 danau yang menjadi sumber air baku bagi mata air yang ada di seluruh pulau ini. Selain air danau, potensi kesediaan air di Provinsi Bali dapat berasal dari mata air, air sungai dan air tanah. Tercatat ada 570 mata air di Bali, dengan total debit mencapai 442,3 juta m3 per tahun.
Di sisi lain, kebutuhan air penduduk Bali yang saat ini tercatat sekitar 4.5 juta jiwa terus mengalami peningkatan. Bahkan, kebutuhan yang lebih besar akan air datang dari pariwisata, sektor andalan yang telah memberi kontribusi terbesar bagi perekonomian Bali. Pada tahun 2018, tercatat ada 9.7 juta kunjungan wisatawan domestik ke Bali, dan 6 juta wisatawan asing. Angka ini diproyeksikan akan terus meningkat, yang berarti apabila pelaksanaannya tetep seperti saat ini, juga akan meningkatkan kebutuhan terhadap air bersih. Menurut data PHRI Bali, seorang turis dapat menghabiskan 800 hingga 3000 liter air bersih per hari, tergantung dari lokasi dan jenis akomodasinya. Jumlah ini berbeda signifikan dengan kebutuhan rata-rata air per orang per hari di Bali, yang dihitung sekitar 180 liter.
Akuifer Bali telah mengalami ekploitasi yang melampaui batasnya, mengakibatkan intrusi oleh air laut di sejumlah titik di Badung, Tabanan, Jembrana, Buleleng, dan Karangasem. Akuifer yang telah mengalami intrusi oleh air laut berpotensi tinggi tidak dapat dipulihkan kembali. Sebuah desalination plant milik swasta telah dibangun di Bali selatan dengan biaya yang tinggi sebagai respon atas keterbatasan air bersih, solusi yang umumnya diambil untuk daerah-daerah yang benar-benar kering, dan bukan menjadi jawaban ideal untuk Bali saat ini.
Tekanan pada ketersediaan sumber daya air di Bali juga tidak didukung oleh sistem hidrologi yang sehat. Menurut UU Kehutanan Nomor 41/1999 Pasal 18, luas kawasan hutan harus minimal 30% dari luas Daerah Aliran Sungai (DAS) atau Pulau dengan sebaran secara proporsional. Luas kawasan hutan di Bali saat ini adalah 127.112,78 Ha, hanya 22,7 % dari luas wilayah Bali. Kawasan hutan ini pun tidak semuanya berada dalam kondisi yang baik. Area dengan tutupan vegetasi yang ‘sehat’ tercatat hanya 11,5 % dari luas Bali. Jumlah lahan kritis dan sangat kritis di Bali mencapai 46.892,8 Ha. Kondisi kritis ini disebabkan oleh baik faktor alam maupun manusia, yang menyebabkan tutupan vegetasinya menjadi berkurang atau hilang, sehingga lahan tidak optimal lagi dalam fungsinya sebagai penyerap air dan pengendali erosi, siklus unsur hara, regulasi iklim mikro, sekuestrasi karbon, dan untuk secara berkelanjutan menunjang kehidupan di atasnya.
Semua hal di atas mendorong berbagai institusi akademik, lembaga swadaya masyarakat, dan media lokal serta internasional mewacanakan bahwa Bali akan mengalami defisit air, dan berpotensi mengalami krisis air dalam waktu dekat apabila upaya-upaya strategis tidak diterapkan segera. Kondisi ini tentu akan menjadi ironi besar di pulau Dewata, pulau surga.
Isu air di Bali ini haruslah menjadi salah satu isu utama dan mendapat perhatian semua pihak. Dan satu hal yang menjadi kunci, anak muda harus menjadi bagian utama dalam gerakan menyebar luaskan kesadar tahuan ini. Generasi muda Bali saat ini adalah mereka yang akan mewarisi pulau ini di masa depan, dan wajib berada dalam poros gerakan untuk memperjuangkan pengelolaan alam Bali yang berkelanjutan, dalam hal ini sumber daya airnya.
Kami percaya melibatkan generasi muda Bali, tidak hanya akan mendorong mereka untuk menyebarluaskan kesadaran dan menumbuhkan ide-ide untuk solusi penyelamatan lingkungan dimulai dari diri sendiri, “mulat sarira”, dan masyarakat luas, tetapi ini juga akan memberikan pembelajaran langsung dan nyata yang berharga bagi mereka untuk terlibat dalam penanganan isu lingkungan.