Masyarakat Bali dipandu budaya “Nyegara Gunung” (hilir-hulu), “Tri Hita Karana,” dan “Sad Kertih.” Nyegara Gunung adalah filosofi Bali bahwa antara laut dan gunung adalah satu kesatuan tak terpisahkan. Oleh karena itu, setiap tindakan di gunung akan berdampak pada laut. Demikian pula sebaliknya.
Apakah Tindakan Kita di Bali Sudah Menghargai Konsep ini?
Ketika ke pantai atau gunung, menikmati sunset atau sunrise, kita kerap terganggu dengan sampah, limbah dari daratan, abrasi, dan lainnya. Bali sebagai pulau kecil menghadapi tekanan besar karena industri pariwisata terus berkembang. Kawasan perairan yang menjadi obyek wisata dan panorama utama harus terus bertahan agar nyaman dilihat dan sehat sebagai tempat rekreasi.
Apakah Bali Sudah Mengantisipasi dan Mencari Solusi atas Tekanan ini?
Salah satunya dengan menyinergikan upaya konservasi perairan melalui jejaring Kawasan Konservasi Perairan (Jejaring KKP Bali). Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, disebutkan tentang Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang merupakan satu pendekatan pengelolaan kawasan perairan yang mengedepankan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (Partisipasi, Transparansi, Koordinasi dan Akuntabilitas).
Zonasi KKP meliputi Zona Inti, Zona Pemanfaatan, Zona Perikanan Berkelanjutan, dan Zona Lainnya. Terdapat enam substansi (sistem) pengelolaan KKP, yang meliputi: Masukan Ilmiah; Perencanaan Keruangan; Pengembangan Kapasitas; Kebijakan Terintegrasi; Sistem Pendukung Keputusan; dan Pendanaan Berkelanjutan.
KKP dibuat dengan pendekatan perlindungan dan pemanfaatan dimana sebagian wilayah perairan dialokasikan sebagai Zona Inti tempat perlindungan bagi ikan-ikan yang secara ekonomis penting untuk memijah dan berkembang biak dengan baik.
Kenapa Jejaring KKP ini Harus Terbentuk dan Bermanfaat?
Pengelolaan KKP secara efektif dapat melindungi keanekaragaman hayati serta mendukung pariwisata dan perikanan berkelanjutan. Muara KKP adalah peningkatan manfaat sumber daya perairan untuk masyarakat sekarang dan menjamin ketersediaan sumber daya tersebut untuk generasi mendatang.
Dalam konteks keruangan, provinsi Bali merupakan satu kesatuan ekosistem pulau kecil yang mencakup ruang daratan, laut dan udara. Oleh karena itu, Bali harus dikelola berdasar pada prisnsip “Satu Pulau, Satu Perencanaan dan Satu Pengelolaan” (One Island, One Management).
Namun, sebagai imbas dari Otonomi Daerah, tiap Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) di tiap-tiap kabupaten/kota di Bali saat ini justru bergerak sendiri-sendiri tanpa koordinasi. Bahkan, terjadi pula ketidaksinkronan antardaerah terutama terkait dengan perijinan, pemanfaatan hingga pengawasan.
Untuk menghindari konflik-konflik semacam itulah maka perlu adanya Jejaring KKP sebagai media bagi masing-masing daerah di Bali untuk berkoordinasi. Jejaring KKP adalah kumpulan lembaga Kawasan Konservasi Perairan yang mengelola secara bersama-sama dan sinergis.
Jejaring KKP dapat dibentuk pada tingkat lokal, nasional, regional maupaun global. Kawasan-kawasan konservasi perairan dapat dikelola lebih efektif dengan cara berjejaring.
Bagaimana Jejaring KKP ini bekerja?
Terdapat tujuh kawasan potensial yang menjadi prioritas pengembangan KKP dan bersama dengan KKP yang sudah ada dikelola dalam Jejaring KKP Bali. Kawasan ini ditentukan berdasarkan atas pola ruang untuk kawasan lindung yang disebutkan dalam Perda No. 16 Tahun 2009, serta hasil diskusi dan survey yang telah dilakukan di Bali.
Kawasan prioritas berikut ini diharapkan mampu mewakili karakteristik ekosistem Bali sebagai sebuah pulau kecil yang terdiri dari: 1) Calon KKP Buleleng, 2) Calon KKP Karangasem, 3) Calon KKP Nusa Penida, 4) Calon KKP Badung, 5) Calon KKP Jembrana, 6) Calon KKP Kotamadya Denpasar, dan 7) Calon KKP Danau Batur Bangli.
Para pihak yang terlibat dalam Jejaring KKP ini dibedakan dalam lima fungsi utama yaitu pembuat kebijakan, kajian ilmiah, perencanaan ruang, peningkatan kapasitas, serta pendanaan berkelanjutan. Anda mau terlibat? Untuk informasi lebih lanjut, silakan kontak kami.