Jumlah kunjungan wisatawan ke Nusa Penida yang mencapai kisaran 200 ribu setiap tahunnya merupakan potensi sekaligus tantangan untuk upaya-upaya konservasi yang berkelanjutan. Kawasan perairan yang melingkari Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan telah ditetapkan menjadi kawasan perairan yang dilindungi. Nama kawasan lindung ini adalah Kawasan Konservasi Perairan (atau, red.) disingkat KKP Nusa Penida. Dengan ditetapkannya KKP Nusa Penida, berbagai program akan dilakukan pemerintah di antaranya dari Kementrian Kelautan dan Perikanan untuk menjadikan penanganan konservasi perairan Nusa Penida sebagai kawasan lindung kelas dunia, dalam praktiknya harus melibatkan berbagai komponen masyarakat lokal, LSM, pemerintah, dan masyarakat internasional (maupun pemangku kepentingan lainnya, red.).
Pengelolaan KKP daerah ini mengadopsi sistem tata ruang (zonasi). Sistem Zonasi di kawasan konservasi merupakan upaya KKP (untuk, red.) memadukan antara pengelolaan dan pemanfaatan wilayah secara seimbang dan selaras. Tujuannya (adalah, red.) untuk memberikan perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Tujuh zonasi tersebut yaitu Zona Inti, wilayah ini hanya khusus digunakan untuk tujuan pendidikan dan penelitian. Zona Perikanan Berkelanjutan, Zona Pariwisata Bahari Khusus, Zona Pariwisata Bahari, Zona Budidaya Rumput Laut, Zona Suci dan Zona Pelabuhan. Beberapa alasan penting yang menyebabkan kawasan Nusa Penida ditetapkan menjadi kawasan lindung adalah pertama, kawasan ini terletak pada sudut barat daya Segitiga Karang Dunia (Coral Triangle). Kedua, keanekaragaman sumber daya hayati yang terkandung di wilayah perairan Nusa Penida sejak lama telah menopang kehidupan masyarakat setempat melalui pariwisata, perikanan dan budidaya rumput laut. Ketiga, wilayah ini terkenal sebagai lokasi berkumpulnya ikan Mola-mola (Mola mola) dan ikan Pari Manta (Manta alfredi) sehingga mendatangkan banyak penyelam dan pecinta snorkeling dunia berkunjung ke Nusa Penida.
Joshua Alfa Gerungan, salah satu operator penyelaman di Nusa Penida mengatakan ia dan rekan-rekannya telah mengetahui tentang sistem zonasi ini. Namun ia menyayangkan masih kurangnya pengawasan di KKP Nusa Penida ini. “Harus ada aturan yang mengatur berapa banyak penyelam yang diperbolehkan berada dalam zona menyelam. Sebagai langkah penyelamatan ikan Mola-mola agar mereka tidak stress melihat banyak manusia dalam waktu yang bersamaan,” kata Jo, panggilan akrab Joshua. Ia mengatakan operator diving tidak ingin kehilangan momen diving. “Jadi jangan heran kalau melihat banyaknya penyelam mendatangi satu spot penyelaman,” ungkapnya. Ia memaparkan sudah ada usulan untuk mengatasi masalah ini dengan dibentuknya lembaga yang mengelola dan mengawasi wilayah konservasi, terdiri dari perwakilan pemerintah setempat, polisi air, TNI AL, nelayan, dan kelompok muda. ”Namun penerapannya masih terkendala masalah pendanaan,” tambah Komang Kamartina, seorang anggota Forum Krama Muda Nusa Penida. Hal penting lainnya yang ditetapkan dalam kerangka KKP Nusa Penida ini adalah, adanya kesepakatan menjadikan ikan Mola-mola sebagai maskot KKP Nusa Penida. Jumlah kunjungan wisatawan ke Nusa Penida setiap tahunnya berkisar 200 ribu orang: potensi sekaligus tantangan untuk konservasi yang berkelanjutan.
Ditulis oleh: Ita Arpah