Desa Tulamben sukses mengalokasikan anggaran desa untuk konservasi pesisir dan laut dengan pembuatan hexadome (rumah ikan buatan-red). Sementara Desa Bunutan baru saja menetapkan Peraturan Desa (Perdes) No. 4 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Pesisir Desa Bunutan tertanggal 27 Agustus 2019. Inisiatif menarik juga muncul dari Pokmaswas Tirta Segara Labuan Amuk, Desa Antiga yang secara swadaya melakukan monitoring dan pengawasan atas perairan sekitarnya.
Merekalah Nyoman Suastika, S.Or (Kepala Kewilayahan Dusun Tulamben), I Made Suparwata, SE (Perbekel Bunutan) dan I Ketut Mangku Latra (Ketua Pokmaswas Tirta Segara, Labuan Amuk, Antiga) yang berbagi pengalaman dan semangat bagi desa-desa penyangga untuk mendukung pengelolaan KKP Karangasem dalam kegiatan Lokakarya “Partisipasi Desa Penyangga dalam mendukung pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Karangasem”.
Lokakarya berlangsung Selasa, 21 Januari 2020 di Aula Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Karangasem atas inisiasi Conservation International (CI) Indonesia. CI Indonesia telah mendampingi dan memfasilitasi desa pesisir di Karangasem untuk aktif mengambil peran dalam mendukung pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Karangasem diantaranya mendorong desa membuat kebijakan (peraturan desa) dan mengalokasikan anggaran (APB Desa) untuk kegiatan perlindungan dan pelestarian ekosistem pesisir. Selain itu CI Indonesia juga mendorong partisipasi aktif warga desa dalam menjaga dan mengelola lingkungan pesisirnya.
Kegiatan diikuti oleh 9 kepala dan perangkat desa penyangga KKP Karangasem dan instansi terkait. Kesembilan desa tersebut yaitu Desa Padang Bai, Antiga, Sengkidu, Nyuhtebel, Bugbug, Purwakerthi, Bunutan, Seraya Timur dan Tulamben masuk sebagai desa penyangga KKP Karangasem yang telah dicadangkan melalui Keputusan Gubernur Bali Nomor 375/03-L/HK/2017 pada 19 Januari 2017.
“Penyusunan zonasi dan rencana pengelolaan KKP Karangasem telah melalui proses yang komprehensif, melalui serangkaian Focus Group Discussion, proses yang benar-benar bottom-up di mana CI telah berperan sentral dalam mengkoordinir proses ini,” ungkap Nengah Bagus Sugiarta, Kepala UPTD KKP Bali mewakili Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali.
Dalam sambutan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kependudukan, dan Catatan Sipil (PMD Dukcapil) Provinsi Bali yang dibacakan oleh Kepala Bidang Pemerintahan Desa menyebutkan bahwa pengelolaan KKP memerlukan strategi yang tepat. Potensi yang dimiliki masing-masing desa penyangga harus dikelola dengan optimal, agar masyarakat mendapat manfaat. Desa-desa penyangga diharapkan menjadi pilar pengelolaan KKP Karangasem dalam mengelola ekosistem laut secara berkelanjutan.
Desa pesisir merupakan ujung tombak pelestarian dan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan. Dengan mandat yang dimiliki Desa melalui UU Desa, desa memiliki kewajiban dan tanggung jawab dalam perlindungan dan pemanfaatan wilayahnya untuk mewujudkan kesejahteraan warganya serta keberlanjutan lingkungan hidup.
Secara teknis hal tersebut tertuang dalam Peraturan Bupati Karangasem no 19 Tahun 2018 tentang Daftar Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. Peraturan Bupati tersebut merupakan turunan Permendesa No. 1 tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.
Dalam Peraturan Bupati tersebut pada Pasal 6 Huruf B Pelaksanaan Pembangunan Desa, pada angka 4 disebutkan kewenangan desa dalam pemanfatan sumber daya alam dan lingkungan desa seperti; perlindungan terumbu karang, fasilitasi konservasi dan rehabilitasi lingkungan perairan laut, serta pengawasan terhadap kegiatan dan usaha yang berdampak terhadap lingkungan desa.
Kewenangan desa dalam pengelolaan pesisir diwujudkan lewat Peraturan Desa Pengelolaan Pesisir oleh Desa Tulamben dan Desa Bunutan. Dari 9 desa penyangga KKP Karangasem, 2 desa penyangga ini telah memiliki Perdes yang diawali dengan tahapan pemetaan partisipatif di masing-masing desa. “Proses penyusunan ranperdes cukup memakan waktu, benar-benar melibatkan masyarakat terutama nelayan, agar kepentingan perlindungan tidak berbenturan dengan penghidupan masyarakat. Aspirasi masyarakat benar-benar diserap, diantaranya untuk pengaturan jalur jukung, nganyud upakara, dan area parkir jukung,” jelas Made Suparwata, SE.
Tidak hanya mencakup laut, inisiasi Nyoman Suastika dari Tulamben mengelola sampah plastik di desa dimulai dengan keterlibatan anak-anak Rare Segara Tulamben untuk melakukan bersih pantai. Selain itu perkembangan hexadome dipantau dan dibuatkan laporan hasil monitoring. Minimnya anggaran desa dan konservasi bukan menjadi prioritas pembangunan desa menjadi tantangan inisiatif konservasi yang dilakukannya. “Selain itu sumber daya manusia yang mau terlibat dalam kegiatan konservasi masih sedikit,” sambungnya.
I Ketut Mangku Latra turut mengungkapkan tantangan hampir serupa Nyoman Suastika bahwa masih ada masyarakat setempat yang merusak karang dengan membuang jaring di daerah pariwisata. Padahal dunia bawah laut Labuan Amuk menawarkan keindahan yang menakjubkan, sehingga mendorong Pokmaswas Tirta Segara melakukan perlindungan terhadap sumber daya alam ini diantara dengan berperan aktif dalam penyusunan zonasi KKP, pembersihan laut dan pantai dari sampah plastik, pembuatan pos pantau apung dan mengembangkan rekreasi pancing.