Home / Province of Bali / (Indonesia) Eksis Ditengah Krisis

(Indonesia) Eksis Ditengah Krisis

Sorry, this entry is only available in Indonesian. For the sake of viewer convenience, the content is shown below in the alternative language. You may click the link to switch the active language.

Kepulauan Indonesia memiliki wilayah laut yang lebih luas daripada daratannya. Faktanya, meskipun laut lebih mendominasi kepulauan di Indonesia tetapi, krisis air masih saja menjadi suara sumbang di lapisan masyarakat. Tidak perlu jauh – jauh untuk mencari contoh hingga ke seberang pulau. Nyatanya, Pulau Bali, bumi pertiwi yang kita pijak saat ini, Pulau yang diagungkan di sepenjuru Bumi pun saat ini tengah mengalami krisis air. Betulkah hal tersebut? Apabila kita pandang dari kota, jalan lintas wilayah, desa, ataupun pinggir kota maka, ketersediaan air masih mencukupi. Tetapi, apabila kita pandang dari wilayah terpencil seperti ; pedalaman, kaki gunung, daerah ujung provinsi, maka kata “krisis air” merupakan hal lumrah yang kita temui.

Salah satu wilayah yang mengalami krisis air di Bali adalah Desa di Timur Pulau Bali tepatnya di Kaki Timur Gunung Agung yaitu Desa Dukuh. Desa Dukuh yang merupakan bagian dari kecamatan Kubu sendiri terbagi menjadi 6 dusun yakni Caniga, Dukuh, Batugiling, Bhuana Kusuma, Pandan Sari, dan Bahel. Masyarakat di Desa Dukuh sendiri biasanya memanfaatkan air hujan sebagai sumber air mereka yang akan ditampung disuatu bak yang mereka sediakan disetiap rumah masing – masing. Bisa kalian bayangkan? Air Hujan. Air yang tanpa diolah terlebih dahulu mereka gunakan untuk memasak, mandi bahkan minum setiap harinya. Mirisnya, hujan pun tak datang dengan mudahnya setiap hari, setiap bulan, bahkan 3 bulan sekalipun belum tentu turun hujan. Berdasarkan salah satu penuturan warga di Dusun Bahel, apabila persediaan air mereka habis maka mereka akan membeli air dari pemasok di Daerah Tulamben yang akan dikirimkan lewat tangki dengan harga Rp 130.000 per tangki. Apabila dusun yang dituju lebih jauh maka, tarif akan lebih tinggi yakni berkisar Rp 300.000. Sebuah Embung (Tempat Penyimpan Air) telah dibangun untuk dusun yang lokasinya lebih tinggi sehingga mampu mengurangi sedikit beban ekonomi warga.

Krisis air ini menyebabkan warga di Desa Dukuh yang rata – rata memiliki ekonomi di bawah harus pandai – pandai memutar kreativitas dan energi guna mencukupi kebutuhan keluarga masing – masing. Meskipun tanah di Desa Dukuh tergolong kering, tetapi tak membuat wilayah ini menjadi padang savana. Ada beberapa flora  yang tumbuh di Desa Dukuh sendiri seperti : Pohon Siwalan (Lontar/Ental), Pohon Mete, Gebang, Cendana dan Komak. Meskipun dalam keadaan krisis air, tak begitu saja membuat masyarakat disana berpasrah dan mengutuk keadaan mereka.

Melalui beberapa pendampingan yang dilakukan oleh CI (Conservation International) Indonesia Program Bali dengan programnya Nyegara Gunung, mampu menghasilkan beberapa produk yang menggerakkan poros ekonomi masyarakat. Produk tersebut juga dihasilkan dengan kreativitas dan ketrampilan masyarakat desa Dukuh yang juga masih kental dengan hubungan yang harmonis antar individunya sehingga mampu bekerjasama untuk memproduksi produk dari sumber daya alam yang tersedia, seperti :

  1. Gula Semut

  1. Gula Merah dari Nira Siwalan

  1. Gembrang

  1. Arak

  1. Mete

Selain berupa produk makanan atau kerajinan, masyarakat juga membentuk kelompok Tani Hutan guna menyiapkan bibit tanaman di musim hujan serta pembudidayaan cendana dan Simantri guna mengefektifkan hewan ternak. Selain kegiatan pedampingan pada warga, CI juga melakukan konservasi terhadap hutan di wilayah dukuh (Reforestasi Bentang Alam Gunung Agung) dengan melakukan penanaman 1400an pohon guna membentuk tutupan pohon yang baik di Hutan Lindung Desa Dukuh. Adapula hal inovatif yang diciptakan oleh 3 orang peserta Live in yakni Siswa dari SMA N 3 Denpasar yang memanfaatkan serat gebang untuk rompi anti peluru yang telah menorehkan medali emas pada ajang internasional.

Selain itu, CI melalui program YCI (Youth Conservation Initiative) mengajak 12 anak muda yang tergabung dalam SASIH (Sahabat Konservasi Hebat) yang beranggotakan siswa SMP, SMA dan mahasiswa untuk tinggal selama 3 hari 2 malam di Desa Dukuh (LIVE IN DI DESA DUKUH). YCI sendiri merupakan suatu gerakan mandiri berkelanjutan yang menyebarkan kesadaran dan solusi bagi masyarakat untuk kelestarian alam bali yang berfokus mengembangkan kreativitas dan kapasitas generasi muda yang mencakup 4K yakni Kesadartahuan, Kontribusi, Koneksi, dan Kompetensi.

12 anak muda tersebut melakukan beragam kegiatan yang santai tetapi tetap terarah diantaranya :

  1. Pendekatan bersama warga yang dibagi menjadi beberapa kelompok guna mengetahui masalah – masalah sehari – hari yang dihadapi

  1. Trekking ke Hutan Desa Dukuh

  1. Penyiraman bibit tanaman di Hutan Desa Dukuh yang di kelola melalui irigasi tetes

  1. Mengunjungi Embung Desa Dukuh
  2. Mengunjungi Tempat pembuatan Serat Gebang

  1. Mengunjungi pembuatan gula merah dari nira siwalan

  1. Mengunjungi kelompok tani hutan dan simantri
  2. Games pengenalan beberapa tumbuhan di Desa Dukuh
  3. Melihat proses pembuatan minyak dari sampah PET melalui alat Pirolisis

  1. Melihat pembuatan pupuk kompos dari limbah organik melalui komposter aerob

Berdasarkan pengalaman penulis selama 3 hari di Dukuh tepatnya di Dusun Bahel, banyak sekali hal baru, unik serta pelajaran berharga yang didapatkan terutama dalam hal saling menghargai, menjaga dan mensyukuri sesuatu yang ada di sekitar yang dapat dijabarkan ke dalam konsep Tri Hita Karana.

Eksis ditengah krisis, Keterbatasan bukan penghalang untuk berkreativitas hal seperti itulah yang diharapkan dapat terwujud dikalangan masyarakat Desa Dukuh dan umat di seluruh bumi. Selagi kita dalam kondisi baik marilah kita sinergikan antara tindakan dan keadaan alam, karena mencegah lebih baik dari mengobati. Menggunakan sesuatu secara bijak merupakan cerita dari orang bijaksana. Jangan sampai sebuah pepatah India menjadi benar adanya “Hanya ketika pohon terakhir telat mati,  sungai terakhir telah teracuni, dan ikat terakhir telah tertangkap, baru kita menyadari bahwa kita tidak bisa makan uang”.

Oleh : Ni Wayan Devi Ariasih (SMAN 1 Mengwi)

Komentar

Komentar

x

Check Also

Ocean20: A New Self-Funded Marine Resource Management Framework

Initiative launched at O20 summit with up to USD $1.5 million funding commitment from Green Climate Fund to develop Blue Halo S initiative that will raise over USD $300 million in blended financing scheme. Bali, Indonesia (November 13, 2022) – The Government of Indonesia, with the support of Green Climate ...

Powered by Dragonballsuper Youtube Download animeshow