TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Ketersediaan air di Pulau Bali pada tahun 2025 diproyeksikan kurang dari 500 meter kubik/kapita/tahun dan masuk dalam kategori kritis.
Hal itu berdasarkan informasi data Peta Baseline Ketersediaan Air yang bersumber dari Kajian Ilmiah Tim Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) tahun 2018.
Oleh karena itu, kajian ini menjadi gambaran bahwa krisis air tidak lama lagi akan melanda Bali.
Sebagai salah satu upaya menghindari krisis air di Bali, SMKN 1 Sawan, Buleleng mengajak semua pihak di kabupaten tersebut untuk mengambil peran aktif dalam konservasi sumber daya air.
Upaya tersebut diwujudkan dengan kegiatan penandatanganan “Dukungan dan Komitmen Para Pihak dalam Budaya Air Hujan “Gerakan Panen Air Hujan untuk Air Minum” yang berkolaborasi dengan Conservation International (CI) Indonesia dan Youth Conservation Initiative (YCI).
Kegiatan yang berlangsung pada 12 Desember 2019 di Aula SMKN 1 Sawan dalam kegiatan yang bertajuk “Sosialisasi dan Peluncuran YCI Kabupaten Buleleng” itu dihadiri oleh perwakilan Dinas Pendidikan Provinsi Bali dan Kabupaten Buleleng, Kepala SMA/SMK se-Kabupaten Buleleng, instansi terkait, siswa-siswi SMA/SMK se-Kabupaten Buleleng, CI Indonesia dan perwakilan YCI Bali.
Kepala SMKN 1 Sawan Made Rasta mengungkapkan, sudah saatnya lembaga pendidikan memberikan kebebasan atau “kemerdekaan” para generasi muda, dalam hal ini siswa-siswi, untuk berkreativitas, berkomunikasi, berkolaborasi dan berpikir kritis akan isu konservasi lingkungan melalui media maupun wadah yang positif dan terorganisasi.
“SMKN 1 Sawan berupaya melangkah untuk menemukan dan mengajak para yowana penggerak secara bersinergi melalui media YCI yang terintegrasi dalam struktur OSIS untuk mengambil langkah terdepan dalam penyelamatan dan pelestarian bumi kita,” ungkapnya melalui keterangan tertulis yang diterima Tribun Bali, Senin (16/12/2019).
Memanen air hujan untuk air minum menjadi gerakan bersama YCI Bali yang diisi dengan pemaparan pentingnya peran aktif generasi muda dalam konservasi alam dan demonstrasi mengubah air hujan menjadi air minum dengan metode elektrolisis oleh perwakilan tim YCI Bali.
Selama ini air hujan dianggap musibah, namun nyatanya air hujan merupakan berkah baik bagi alam maupun manusia.
Memanen air hujan akan mengurangi jumlah air limpasan (air permukaan) dan menggunakan air hujan sebagai air minum tentu akan sangat mengurangi kebutuhan air minum kemasan yang harganya terus merangkak naik seiring dengan semakin langkanya sumber air baku.
Salah satu perwakilan YCI Bali, Devi Ariasih menyebutkan anak muda memegang peran penting dalam upaya penyelamatan lingkungan di Bali.
“Melalui peluncuran kemarin, diharapkan juga YCI bisa menjadi salah satu wadah untuk menampung inisiatif siswa itu khususnya di bidang lingkungan. Kalau kita lebih banyak anggotanya dan luas jangkauannya, otomatis suara kita akan lebih bisa didengarkan,” ujar siswi SMAN 1 Mengwi ini.
Saat demonstrasi panen air hujan, peserta termasuk undangan dari instansi nampak antusias mencoba meminum air dari olahan air hujan. (*)
Sumber : Tribun Bali
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana
Editor: Ida Ayu Suryantini Putri