REDAKSIBALI.COM- Berdasarkan informasi data Peta Baseline Ketersediaan Air yang bersumber dari Kajian Ilmiah Tim KLHS tahun 2018 di Pulau Bali pada tahun 2025, ketersediaaan air diproyeksikan kurang dari 500 m3/kapita/tahun dan masuk dalam kategori kritis. Ini menjadi gambaran bahwa krisis air akan melanda Bali tidak lama lagi.
Sebagai salah satu upaya menghindari krisis air di Bali, SMKN 1 Sawan, Buleleng mengajak semua pihak di Buleleng mengambil peran aktif untuk konservasi sumber daya air. Berkolaborasi dengan Conservation International (CI) Indonesia dan Youth Conservation Initiative (YCI), upaya tersebut diwujudkan dengan kegiatan penandatanganan Dukungan dan Komitmen Para Pihak dalam Budaya Air Hujan ‘Gerakan Panen Air Hujan untuk Air Minum’.
Memanen air hujan untuk air minum menjadi gerakan bersama YCI Bali yang diisi dengan pemaparan pentingnya peran aktif generasi muda dalam konservasi alam dan demonstrasi mengubah air hujan menjadi air minum dengan metode elektrolisis oleh perwakilan tim YCI Bali. Selama ini air hujan dianggap musibah namun nyatanya air hujan merupakan berkah bagi baik bagi alam maupun manusia. Memanen air hujan akan mengurangi jumlah air limpasan (air permukaan) dan menggunakan air hujan sebagai air minum tentu akan sangat mengurangi kebutuhan air minum kemasan yang harganya terus merangkak naik seiring dengan semakin langkanya sumber air baku.
Salah satu perwakilan YCI Bali, Devi Ariasih menyebutkan anak muda memegang peran penting dalam upaya penyelamatan lingkungan di Bali.
Saat demonstrasi panen air hujan, peserta termasuk undangan dari instansi nampak antusias mencoba meminum air dari olahan air hujan. “Rasanya segar,” celetuk salah satu peserta.