“Kekayaan yang tak dikelola dapat berakhir sebagai tragedi”.
Jargon Garrett Hardin adalah Tragedy of the Commons yang terkenal itu, dengan banyak kebenaran di dalamnya. Tahun lalu masyarakat Desa Dukuh, Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali mendapatkan sertifikat hak mengelola hutan adat melalui skema HPHD atas atas kawasan hutan seluas 676 Ha, oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Agar kekayaan hutan itu tak berujung tragedi, para pengelola hutan desa itu memulai survei keanekaragaman hayati tumbuhan pada 12-17 Maret 2020. Tujuannya, untuk mengetahui secara rinci potensi biodiversitas tumbuhan di kawasan hutan desa ini. Informasi ini akan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai dasar penyusunan pengelolaan, misalnya menjadi substansi dalam pengembangan ekowisata, atau mengenali tumbuhan yang dapat menjadi bahan baku atau produk jadi yang bernilai ekonomi di pasar.
Tim survey yang dibantu oleh Conservation International Indonesia (CI Indonesia) berhasil mendata 303 jenis tumbuhan, baik yang bentuk hidupnya pohon, perdu, sampai herba. Jenis-jenis yang didata itu tersebar pada berbagai tipe habitat, yakni area hutan dengan vegetasi campuran, daerah riparian, padang rumput, dan kawasan yang didominasi pohon cemara gunung. Hanya dengan informasi yang lengkap dan rinci, hutan desa itu dapat bermanfaat secara optimal untuk masyarakat.