Kawasan Teluk Benoa masih sangat rawan menjadi incaran investor untuk direklamasi. Selain pihak PT TWBI masih diberi kesempatan oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengkaji rencana reklamasi selama dua tahun, status kawasan konservasi Teluk Benoa juga masih dimungkinkan berubah. Fakta terbaru terungkap bahwa status kawasan Teluk Benoa belum masuk dalam Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Pemkab Badung.
”Kami khawatir kawasan Teluk Benoa masih rawan direklamasi. Apalagi kawasan itu dalam draft penyusunan KKP Pemkab Badung belum masuk KKP,” kata Manager Program Jejaringan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Conservation International Indonesia (CII) Gde Iwan Dewantama dalam konferensi pers di Denpasar, Rabu (4/9) kemarin.
Kata dia, kendati kawasan Teluk Benoa merupakan kawasan konservasi sesuai Perpres 45/2011 soal penataan ruang kawasan Sarbagita dan Perpres 122/2012, hal itu belum berarti rencana reklamasi Teluk Benoa haram. Sebab, bisa ada celah lain untuk melakukan reklamasi.
Menurut Iwan, status konservasi Teluk Benoa sesuai Perpres Sarbagita masih berupa arahan umum yang belum ditentukan di mana saja titik koordinatnya dan nantinya mesti didetailkan lagi dalam Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Pemkab Badung. Saat ini KKP Pemkab Badung sedang disusun Pokja (Kelompok Kerja) di bawah Dinas Kelautan Pemkab Badung. Sayangnya dalam draft penyusunan KKP Pemkab Badung, kawasan Teluk Benoa belum sepenuhnya masuk KKP.
Dalam perencanaan yang dibuat oleh Kabupaten Badung, kawasan konservasi di Teluk Benoa hanya 500 meter dari bibir hutan mangrove. Menurutnya, kalau hanya 500 meter ditetapkan sebagai wilayah konservasi maka selebihnya akan bisa direklamasi di luar kawasan KKP itu. ”Jadi, kalau Teluk Benoa tidak masuk KKP Pemkab Badung maka rawan direklamasi. Mestinya Teluk Benoa masuk KKP dan ini yang harus diakomodir pemerintah,” tegasnya.
Ditambahkan, KKP nantinya dibagi dalam beberapa zona yakni zona inti (tidak boleh dibangun apa pun), zona perikanan berkelanjutan, zona pariwisata berkelanjutan dan zona lainnya.
Hal lainnya yang mengkhawatirkan yakni rumor telah terbit Peraturan Menteri (Permen) Perikanan dan Kelautan yang baru yang intinya mengizinkan ada reklamasi di kawasan konservasi kecuali pada zona inti. Jika permen itu benar ada, lalu Teluk Benoa tak masuk KKP Pemkab Badung, dan kalaupun masuk KKP tetapi tak masuk zona inti, maka reklamasi bisa dilakukan. ”Kalau peraturan menteri itu benar lahir, maka sama artinya reklamasi itu bisa dilaksanakan di Teluk Benoa,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, pihak CII juga telah melakukan penelitian di Teluk Benoa setelah rencana reklamasi ini mencuat sejak Juli lalu. Senada dengan hasil kajian (feasibility study/FS) tim LPPM Unud yang menyatakan tidak layak reklamasi di Teluk Benoa, CII juga menilai dampak negatif yang ditimbulkan sangat besar jika reklamasi dilakukan.
Menurut Iwan, reklamasi Teluk Benoa akan mengancam aspek sosial ekonomi, ekologi. Reklamasi akan menyebabkan perubahan salinitas (kadar garam) yang akhirnya akan membunuh ekosistem di Teluk. ”Dari hasil riset kami, sangat mengkhawatirkan jika ada reklamasi di Teluk Benoa. Reklamasi akan sangat memengaruhi ekosistem dan mengancam permukiman di Teluk Benoa,” ucapnya.
Selain itu, kawasan Teluk Benoa merupakan pertemuan sejumlah daerah aliran sungai (DAS). Ketika reklamasi dilakukan, maka sangat riskan memicu adanya banjir di kawasan sekitar Teluk Benoa.
Dalam penelitian yang dilakukannya saat musim hujan, yang terus-menerus selama empat jam, pertemuan aliran sungai yang ada itu akan membuang 7.918.717 meter kubik per empat jam. Akibatnya, lanjut Gde Iwan Dewantama, air akan naik 0,4 meter. Sementara keberadaan air laut di luar Teluk Benoa tidak bisa diprediksi kalau lebih besar jelas air di Teluk Benoa tidak akan bisa ke mana-mana. ”Jika reklamasi dilakukan, arus air akan berbalik dan bisa memicu banjir yang bisa saja mencapai Renon, Sidakarya dan kawasan sekitarnya,” katanya. (kmb29)
Sumber: Bali Post